imam

Sabtu, 20 Oktober 2012

Contract of Busines Sharia

 Contract of Busines Sharia

Al Quran as Muslims have a handle on life business activities is explicitly set, and see business as a profitable and enjoyable work, so that the Quran is very encouraging and motivating Muslims to transact business in their lives.

   One of the teachings of the Quran are the most important problems in the fulfillment of the promise and the contract is an obligation to honor all contracts and promises (contract), and fulfill all obligations. Al Quran also reminds that everyone will be held accountable in matters relating to the appointment and contract bond does as contained in Surah Al-Israa 'verse 34. This is clear evidence that the Qur'an wants justice continue to be upheld in performing all the agreements that have been approved.

   Because of the importance of the obligation to respect and fulfill all contract (contract) in the life business. So I as the author tries to explain how the application of the contract in the business. That explanation will dismapaikan the content of the following essay.

   Secara etimilogi, akad antara  lain berarti: “ikatan antara dua perkara, baik secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi”. Secara umum, pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah yaitu: segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual-beli, perwakilan, dan gadai.

   Pengertian akad secara khusus yang dikemukakan oleh ulama Fiqh, antara lain: Menurut Ibn Abidin, Akad adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya. Menurut Al Kamal Ibn Human, Akad adalah pengaitan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.

Rukun Akad

 Menurut pendapat ulama rukun akad ada 3 yaitu:
- Orang-orang yang akad (”aqid), contoh : Penjual dan Pembeli
- Sesuatu yang diakadkan 9Maqud ”Alaih), contoh : Harga atau yang dihargakan
- Shighat, yaitu Ijab dan qabul

  Dalam sudut pandang fiqh orang yang memiliki kapasitas untuk mengadakan transaksi adalah orang yang memenuhi kriteria berikut: Pertama, rusyd yaitu kemampuan untuk membelanjakan harta dengan baik. Kemampuan ini dimiliki oleh orang yang baligh, bukan anak kecil, dan berakal, bukan orang gila. Kedua, tidak dipaksa. Oleh karena itu transaksi yang diadakan oleh orang yang dalam kondisi dipaksa itu tidak sah kecuali jika pemaksaan yang dilakukan dalam hal ini memang bisa dibenarkan secara hukum syariat. Contohnya adalah penghutang yang menunda-nunda untuk melunasi hutangnya tanpa alasan atau orang yang pailit dipaksa oleh pihak pengadilan untuk menjual hartanya dalam rangka melunasi hutang yang menjadi kewajibannya.

Agar sebuah transaksi sah maka objek transaksi harus memenuhi kriteria berikut ini:

1. Barang tersebut adalah barang yang suci (bukan najis) atau terkena najis namun masih memungkinkan untuk dibersihkan.
2. Benda tersebut bisa dimanfaatkan dengan pemanfaatan yang diizinkan oleh syariat. Bisa dimanfaatkan dengan pemanfaatan yang diizinkan oleh syariat adalah asas untuk menilai suatu benda itu termasuk harta ataukah tidak dan memiliki nilai ataukah tidak.
3. Bisa diserahkan. Oleh karenanya, benda yang tidak ada tidaklah dijadikan objek transaksi.
4. Telah dimiliki dengan sempurna oleh orang yang mengadakan transaksi. Karenanya, benda yang tidak bisa dimiliki tidaklah sah dijadikan sebagai objek transaksi.
5. Benda tersebut diketahui dengan jelas oleh orang yang mengadakan transaksi dalam transaksi langsung. Atau benda tersebut diketahui kadar, jenis dan bentuknya dalam transaksi tidak langsung.

  Yang dimaksud dengan shighah di sini adalah ungkapan yang digunakan oleh pihak yang mengadakan transaksi untuk mengekspresikan keinginannya. Ungkapan ini berbentuk kalimat-kalimat yang menunjukkan terjadinya transaksi. Shighah itu terdiri dari ijab dan qobul.

  Menurut mayoritas ulama yang dimaksud dengan ijab adalah kalimat yang menunjukkan pemindahan kepemilikan. Sedangkan qobul adalah kalimat yang menunjukkan sikap menerima pemindahan kepemilikan. Sehingga yang menjadi tolak ukur ijab adalah jika yang mengeluarkan pernyataan tersebut adalah orang yang bisa memindahkan kepemilikan objek akad semisal penjual, orang yang menyewakan dan wali penganten perempuan.suatu kalimat bernilai qobul jika dikeluarkan orang pemilik baru objek akad semisal pembeli, penyewa dan penganten laki-laki.

  Jadi yang menjadi parameter bukanlah siapa yang pertama kali mengeluarkan pernyataan dan siapa yang nomor dua namun siapa pihak yang memindahkan kepemilikan dan siapa pihak yang menerima pemindahan kepemilikan.

  Berbeda dengan pendapat para ulama hanafiyah yang mengatakan bahwa siapa yang mengeluarkan pernyataan pertama kali maka itulah orang yang melakukan ijab. Sedangkan pernyataan kedua adalah qobul apapun isi pernyataan tersebut.Al Quran mengakui legitimasi bisnis, dan juga memaparkan prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk dalam masalah bisnis antar individu maupun kelompok.Al Quran mengakui hak individu dan kelompok untuk memiliki dan memindahkan suatu kekayaan secara bebas dan tanpa paksaan. Al Quran mengakui otoritas deligatif terhadap harta yang dimiliki secara legal oleh seorang individu atau kelompok. Al Quran memberikan kemerdekaan penuh untuk melakukan transaksi apa saja, sesuai dengan yang dikehendaki dengan batas-batas yang ditentukan oleh Syariah.

  Pengakuan Al Quran terhadap pemilikan harta benda, merupakan dasar legalitas seorang Muslim untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan harta miliknya, apakah dia akan menggunakan, menjual atau menukar harta miliknya dengan bentuk kekayaan yang lain. Al Quran memberikan kebebasan berbisnis secara sempurna, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Pembatasan dalam hal keuangan dan kontrol pertukaran juga dibebaskan, karena hal itu menyangkut kebebasan para pelaku bisnis. Kompetensi terbuka didasarkan pada hukum natural dan alami, yakni berdasarkan penawaran dan permintaan (supply dan demand).
Akan tetapi perlu diingat bahwa legalitas dan kebebasan di atas, jangan diartikan dapat menghapuskan semua larangan tata aturan dan norma yang ada di dalam kehidupan berbisnis. Seorang Muslim diwajibkan melaksanakan secara penuh dan ketat semua etika bisnis yang ditata oleh Al Quran pada saat melakukan semua transaksi, yakni :

- Adanya ijab qabul (tawaran dan penerimaan) antara dua pihak yang melakukan        transaksi
- Kepemilikan barang yang ditransaksikan itu benar dan sah
- Komoditas yang ditransaksikan berbentuk harta yang bernilai
- Harga yang ditetapkan merupakan harga yang potensial dan wajar
- Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak saat jika mendapatkan kerusakan pada komoditas yang akan diperjualbelikan (Khiyar Ar-Ru’yah)
- Adanya opsi bagi pembeli untuk membatalkan kontrak yang terjadi dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh kedua belah pihak (Khiyar Asy- Syarth)

  Akad Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT)

 adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atas barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa. Sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah. Sedangkan ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan atas kinerja (performance) objek yang disewa/diupah. Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik yang menyewakan.

  Natural Uncertainty Contracts (NUC)

  Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan.

  Contoh-contoh NUC adalah sebagai berikut:
a. Musyarakah (wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah, mudharabah)
b. Muzara’ah
c. Musaqah
d. Mukhabarah



  Aplikasi dari akad syariah dalam bisnis adalah akad dalam bentuk Al Musyarakah (Kerjasama Modal Usaha), Al Mudharabah (Kerjasama Mitra Usaha dan Investasi),  Al Murabahah (Jual Beli dengan Pembayaran Tangguh), Bai’ As Salam (Pesanan Barang dengan Pembayaran di Muka), Bai’ Al Istishna’ (Jual Beli Berdasarkan Pesanan), Al  Ijarah (Sewa/ Leasing), Qard Al Hasan (Pinjaman Kebajikan).

1.  Al Musyarakah (Kerjasama Modal Usaha)
  Al Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai  dengan kesepakatan. Aplikasinya dalam lembaga keuangan syariah diantaranya pembiayaan proyek dan modal ventura,

2.  Al Mudharabah (Kerjasama Mitra Usaha dan Investasi)
  Al Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dengan ketentuan pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola, dan keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Aplikasinya dalam lembaga keuangan syariah diantaranya pembiayaan modal kerja dan investasi khusus (mudharabah muqayyadah).

3.  Al Murabahah (Jual Beli dengan Pembayaran Tangguh)
  Al Murabahah adalah jual-beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati dengan ketentuan penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan (margin) sebagai tambahannya. Aplikasi Al Murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah adalah untuk pembiayaan pembelian barang-barang investasi. Al Murabahah adalah kontrak untuk sekali akad (one short deal), sehingga kurang tepat jika digunakan untuk pembiayaan modal kerja.

4.  Bai’ As Salam (Pesanan Barang dengan Pembayaran di Muka)
  Bai’ as salam berarti pemesanan barang dengan persyaratan yang telah ditentukan dan diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan sebelum barang diterima. Dalam transaksi Bai’ as Salam harus memenuhi 5 (lima) rukun yang mensyaratkan harus ada pembeli, penjual, modal (uang), barang, dan ucapan (sighot). Aplikasi Bai’ as Salam pada Lembaga Keuangan Syariah biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Lembaga Keuangan dapat menjual kembali barang yang dibeli kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, Pedagang Pasar Induk, atau Grosir. Penjualan kembali kepada pembeli kedua ini dikenal dengan istilah “Salam Paralel”.

5.  Bai’ Al Istishna’ (Jual Beli Berdasarkan Pesanan)
  Transaksi Bai’ al Istishna  merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pesanan, pembuat barang berkewajiban memenuhi pesanan pembeli sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati. Pembayaran dapat dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai batas waktu yang telah ditentukan.

6.  Al Ijarah (Sewa/ Leasing)
  Al Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (Ownership) atas barang itu sendiri. Dalam aplikasi, Al Ijarah dapat dioperasikan dalam bentuk operating lease maupun financial lease, namun pada umumnya Lembaga Keuangan biasanya menggunakan Al Ijarah dalam bentuk sewa-beli karena lebih sederhana dari sisi pembukuan, dan Lembaga Keuangan tidak direpotkan untuk pemeliharaan asset, baik saat leasing ataupun sesudahnya.

7. Qard Al  Hasan (Pinjaman Kebajikan)
  Qard adalah akad yang dikhususkan pada pinjaman dari harta yang terukur dan dapat ditagih kembali serta merupakan akad saling Bantu-membantu dan bukan merupakan transaksi bisnis secara komersial. Salah satu fungsi Lembaga Keuangan Syariah adalah ikut serta dalam kegiatan sosial, yang diaplikasikan dengan menyalurkan dana dalam bentuk qard dari dana yang dihimpun dari hasil zakat, infaq, dan sadaqah. Qard al Hasan adalah produk perbankan syariah untuk nasabah yang membutuhkan dana untuk keperluan mendesak dengan kriteria tertentu dan bukan untuk tujuan konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu dan dapat dikembalikan sekaligus atau diangsur tanpa tambahan atas dana yang dipinjam.

  jadi menurut saya dalam bisnis itu diperlukan yang namanya akad karena akad merupakan perantara jual-beli dalam hukum islam. akad juga memberikan dampak yang positif karena terjadinya jual-beli berdasarkan hati nurani keinginan sang pembeli dan sang penjual pun tidak merasa diberatkan, sehinggan kedua belah pihak merasa mendapatkan keuntungan.



  Referensi

1.      Prof. DR. H. Racmat Syafee’i, M.A. 2001.  Fiqih Muamalah. Bandung : CV. Pustaka Setia.

2.      Abdul Majid. 1986. Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam. Bandung : IAIN SGD.

3.      Hendi Suhendi. 1997. Fiqh Muamalah. Bandung : Gunung Djati Press.

4.      M. Hasbi Ash Shiddiqie. 1997.  Pengantar Fiqh Muamalah. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.

5.      Nana Masduki. 1987. Fiqh Muamalah. Bandung : IAIN SGD.

6.      Sayyid Sabiq. 1973. Fiqhus Sunnah. Beirut : Dar Al-Kitab Al-Arabiah.

7.      Sulaiman Rasjid. 1994. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

8.      Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhudi. 1993. Studi Islam Jilid III Muamlah. Jakarta : PT. Grafindo Persada.

9.      Departemen Agama RI. 2003.  Al Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : CV. Diponegoro.

10.  Nana Masduki. 1987. Fiqh Muamalah. Bandung : IAIN SGD.

11.  http://kasei-unri.org/index.php?option=com_frontpage&Itemid=1

12.  http//anakcirenai.blogspot.com/2008/05/makalah-akad.html





Tidak ada komentar:

Posting Komentar